Langsung ke konten utama

Kode Etik Profesi Hakim (Bagian 2)

BAB III
KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM
Pasal 6

1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari :

    a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.
    b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah.
  • Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
  • Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
  • Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.
  •  Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.
  • Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
  • Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
  • Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang ber­sangkutan.
  • Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
  • Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang­kap Anggota.



2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :

3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :

4. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan  diberhentikan oleh PP IKAHI.
5. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan  diberhentikan oleh PD IKAHI.

Pasal 7

1. Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan  mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di daerah/wilayahnya.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.

Pasal 8

Tugas dan Wewenang

1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas :
    a. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode Etik.
    b. Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI.
   c. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.

2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang :
   a. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan laporan.
   b. Memberikan rekomendasi atas  hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.

Pasal 9

Sanksi
Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP IKAHI adalah :
1. Teguran.
2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI.
3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.

Pasal 10
Pemeriksaan

1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup.
2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang diperiksa.

Pasal 11
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.


BAB IV
PENUTUP
Pasal 12

Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI ke XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia.

Ditetapkan di : BandungPada tanggal : 30 Maret 2001

Pimpinan Musyawarah Nasional XIII
1. H. SAKIR ARDIWINATA, SH
2. NY. DELIANA SAYUTI ISMUDjOKO, SH
3. DRS. H. MATARD1, SH
Sekretaris
4. DWIARSO BUDI SANTIARTO, SH.


Secara filosofis, tujuan akhir profesi hakim adalah ditegakkannya keadilan. Cita hukum keadilan yang terapat dalam das sollen (kenyataan normatif) harus dapat diwujudkan dalam das sein (kenyataan alamiah) melalui nilai-nilai yang terdapat dalam etika profesi. Salah satu etika profesi yang telah lama menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal perkembangan hukum dalam peradaban manusia adalah The Four Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari empat butir di bawah ini:

1.   To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab).
2.   To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).
3.   To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).\

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alasan Perlunya Kode Etik

Alasan Perlunya Kode Etik Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian di wakilkan dalam sebuah bentuk aturan (kode) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa di fungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik.  Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Maka selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah menurut Adams., dkk (Ludigdo, 2007) : Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu men

Etika Dalam Bermasyarakat Dan Penerapan Hukum Perdata dan Pidana Dalam Contoh Kasus Etika

A. Perihal Etika Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk.  Dapat disimpulkan bahwa etika adalah: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan kewajiban moral. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara terminologis, De Vos mendefinisikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral). Sedangkan William Lilliemendefinisikannya sebagai the normative science of the conduct of humanbeing living in societies is a science which judge this conduct to beright or wrong, to be good or bad. Sedangkan ethic, dalam bahasa Inggris berarti system of moral principles. Istilah moral itu sendiri berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores), yang berarti juga kebiasaan dan adat (Vos

Pandangan Mengenai Konflik

II. Pandangan Mengenai Konflik Konflik bisa timbul karena faktor – faktor sebagai berikut   : 1.       Persepsi : konflik ada karena persepsi berbeda dari pihak – pihak yang bersangkutan. 2.       Pertentangan   : konflik timbul karena adanya pertentangan kepentingan. 3.       Kelangkaan   : konflik terjadi karena sumber – sumber adanya tidak tak – terbatas. 4.       Blokade   : konflik didorong oleh perilaku suatu pihak yang memblokir pencapaian tujuan dari pihak lain. 5.       Perbedaan cara   : konflik juga bisa terjadi karena perbedaan cara untuk mencapai tujuan yang sama. Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama mengenai konflik, yaitu   : 1.       Pandangan tradisional   : setiap konflik akan mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Karena itu konfllik selalu mengandung pengertian negative, jelek dan destruktif . Tanggung jawab manajemen adalah mencegah timbulnya konflik. 2.       Pandangan interaksional   : konflik memberikan dorongan terjadi