Langsung ke konten utama

Etika Dalam Bermasyarakat Dan Penerapan Hukum Perdata dan Pidana Dalam Contoh Kasus Etika

A. Perihal Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk.  Dapat disimpulkan bahwa etika adalah:
  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan kewajiban moral.
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
  3. Nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Secara terminologis, De Vos mendefinisikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral). Sedangkan William Lilliemendefinisikannya sebagai the normative science of the conduct of humanbeing living in societies is a science which judge this conduct to beright or wrong, to be good or bad. Sedangkan ethic, dalam bahasa Inggris berarti system of moral principles. Istilah moral itu sendiri berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores), yang berarti juga kebiasaan dan adat (Vos, 1987). Dari hasil analisis K Bertens (2004: 6) disimpulkan bahwa etika memiliki tiga posisi, yaitu sebagai 
(1) sistem nilai, yakni nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, 
(2) kode etik, yakni kumpulan asas atau nilai moral, dan 
(3) filsafat moral, yakni ilmu tentang yang baik atau buruk.

Bagaimana etika dalam bermasyarakat ?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya etika adalah suatu nilai yang berkenaan dengan akhlak .  dan dapat disimpulkan etika sebagai nilai – nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dan tentunya etika menjadi pembeda pula antara manusia dengan hewan, lewat fungsi makhluk sosial dan individual.  Sebagai  makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Tentunya tidak lepas dari berhubungan dengan orang lain, dalam hal ini etika menjadi posisi yang dimiliki seorang individu yaitu sebagai nilai – nilai dan norma yang menjadi pegangan dalam bertingkah laku. Seperti etika berbicara, berkendaraan, berkunjung dan banyak lagi yang lainnya.  Sebagai manusia umumnya membutuhkan orang lain untuk berbicara, berteman, maka untuk dapat diterima oleh orang lain harus memahami dan mengaplikasikan etika dalam pergaulan, misalnya dalam tata cara berbicara, maka bicaralah dengan tenang, jelas, tidak memotong pembicaraan orang lain, pakailah bahasa yang dapat dipahami oleh lawan bicara, tidak memonopoli pembicaraan.


Contoh hukum pidana dan perdata yang berhubungan dengan etika bicara dalam bermasyarakat

Contoh kasus jika dihina di depan orang banyak, perkataan seperti 'hewan' atau 'bangsat' yang diucapkan oleh orang lain terhadap Anda di depan banyak orang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan. Penghinaan yang dilakukan terhadao Anda tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang berbunyi:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan jalan “menuduh suatu perbuatan”. Penghinaan yang dilakukan dengan “menuduh suatu perbuatan” termasuk pada delik penghinaan (lihat Pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (lihatPasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “bajingan” dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.

Selain itu, terhadap perbuatan penghinaan tersebut, Anda juga dapat meminta ganti rugi materiil melalui gugatan perdata. Dari sisi hukum perdata, dengan bukti adanya putusan yang berkuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) mengenai pidana dimaksud, dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada ketentuanPasal 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dikutip sebagai berikut:

“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.”

Terkait hal itu, di dalam artikel Penghinaan, dijelaskan antara lain bahwa doktrin hukum tentang penghinaan di Indonesia tidak memisahkan antara opini dengan fakta dan juga tidak mempertimbangkan sama sekali kebenaran sebuah fakta. Asalkan sebuah pernyataan dianggap menghina oleh korban, maka unsur kesengajaan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal sudah dapat terpenuhi. Selain itu, berdasarkan pendapat MA melalui putusan No. 37 K/Kr/1957 tertanggal 21 Desember 1957 yang menyatakan bahwa tidak diperlukan adanya animus injuriandi (niat kesengajaan untuk menghina).  

sumber :





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alasan Perlunya Kode Etik

Alasan Perlunya Kode Etik Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian di wakilkan dalam sebuah bentuk aturan (kode) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa di fungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik.  Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Maka selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah menurut Adams., dkk (Ludigdo, 2007) : Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu men

Pandangan Mengenai Konflik

II. Pandangan Mengenai Konflik Konflik bisa timbul karena faktor – faktor sebagai berikut   : 1.       Persepsi : konflik ada karena persepsi berbeda dari pihak – pihak yang bersangkutan. 2.       Pertentangan   : konflik timbul karena adanya pertentangan kepentingan. 3.       Kelangkaan   : konflik terjadi karena sumber – sumber adanya tidak tak – terbatas. 4.       Blokade   : konflik didorong oleh perilaku suatu pihak yang memblokir pencapaian tujuan dari pihak lain. 5.       Perbedaan cara   : konflik juga bisa terjadi karena perbedaan cara untuk mencapai tujuan yang sama. Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama mengenai konflik, yaitu   : 1.       Pandangan tradisional   : setiap konflik akan mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Karena itu konfllik selalu mengandung pengertian negative, jelek dan destruktif . Tanggung jawab manajemen adalah mencegah timbulnya konflik. 2.       Pandangan interaksional   : konflik memberikan dorongan terjadi