Langsung ke konten utama

UU REPUBLIK INDONESIA No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi BAB IV Pasal 9 Ayat 4 dan Pasal 10 Ayat 1

Undang - Undang Republik Indonesia No.36 tahun 1999 yang mengatur tentang telekomunikasi. Peraturan mengenai Telekomunikasi yang ada di Indonesia. Undang - undang ini yang mengatur segala hal yang berhubungan dengan Telekomunikasi terdiri dari 9 BAB dan 64 PASAL. Undang - undang ini berisi diantaranya ketentuan umum Telekomunikasi, asas dan tujuan, pembahasan, penyelanggaraan, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan penutup tentang Telekomunikasi.
salah satu dari 9 BAB terdapat BAB yang mengatur tentang Penyelanggaraan Telekomunikasi di Indonesia yaitu BAB 4. pada BAB 4 terdapat pasal 9 yang merupakan bagian kedua yang mengatur penyelanggara. pasal 9 terdiri dari 5 ayat, yang akan dibahas ini adalah pasal 9 ayat 4. berikut kutipan isi dari UU NO 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi BAB IV Pasal 9 Ayat 4 :
Penyelanggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdini dan penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan :
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah;
c. dinas khusus;
d. badan hukum.

penjelasan maksud pasal 9 ayat 4 huruf a adalah penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan adalah penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi kebutuhan perseorangan, misalnya amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk. 
huruf b adalah penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan telekomunikasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas umum instansi tersebut, misalnya, komunikasi departemen atau komunikasi pemerintah daerah.
huruf c penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk dinas khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan dinas yang bersangkutan, antara lain, kegiatan navigasi, penerbangan, atau meteorologi.
huruf d adalah penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk badan hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha swasta, atau koperasi, misalnya telekomunikasi perbankan, telekomunikasi pertambangan, atau telekomunikasi perkeretaapian.

kesimpulan dari Pasal 9 ayat 4 adalah bahwa segala hal yang mengatur tentang penyelanggaraan telekomunikasi khusus untuk memenuhi kebutuhan yang terdiri perseorangan, instansi pemerintah, dinas khusus dan badan hukum.  penyelangaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan misalnya saja keperluan pertahanan keamanan negara, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi ruang lingkup penyelanggaraan telekomunikasi khusus.

selanjutnya penjelasan tentang UU NO 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi BAB IV Pasal 10 Ayat 1 berisi tentang sebagai berikut :
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
Pasal 10 ayat 1 ini dimaksudkan untuk mengatur agar terjadi kompetisi yang sehat antar penyelengaraan telekomunikasi dalam melakukan kegiatannya. Peraturan perundang - undangan yang berlaku dimaksud adalah Undang - undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat serta peraturan pelaksanaannya. Dimana  bahwa Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.


sumber :




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Dalam Bermasyarakat Dan Penerapan Hukum Perdata dan Pidana Dalam Contoh Kasus Etika

A. Perihal Etika Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk.  Dapat disimpulkan bahwa etika adalah: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan kewajiban moral. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara terminologis, De Vos mendefinisikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral). Sedangkan William Lilliemendefinisikannya sebagai the normative science of the conduct of humanbeing living in societies is a science which judge this conduct to beright or wrong, to be good or bad. Sedangkan ethic, dalam bahasa Inggris berarti system of moral principles. Istilah moral itu sendiri berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores), yang berarti juga kebiasaan dan adat (Vos

Alasan Perlunya Kode Etik

Alasan Perlunya Kode Etik Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian di wakilkan dalam sebuah bentuk aturan (kode) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa di fungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik.  Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Maka selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah menurut Adams., dkk (Ludigdo, 2007) : Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu men

Kode Etik Profesi Hakim (Bagian 2)

BAB III KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM Pasal 6 1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari :     a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.     b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah. Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota. Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung. Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.   Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota. Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota. Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi. Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang ber­sangkutan. Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan. Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang­kap Anggota. 2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan : 3. Komisi Kehormatan Pro