Langsung ke konten utama

Bab 10 Manusia dan Kegelisahan

A. Pengertian kegelisahan

          Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan.

         Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi. Seseorang dapat dikatakan mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai. Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia yaitu :

- Kecemasan obyektif
Kecemasan tentang kenyataan adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan dalam lingkungan seseorang yang mengancam untuk mencelakakannya. Pengalaman bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan.

- Kecemasan neorotis (syaraf)
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmund Freud, kecemasan ini dibagi tiga macam, yaitu :
• Kecemasan yang timbuk karena penyesuaian diri dengan lingkungan.
• Bentuk ketakutan yang tegang dan irrasional (phobia)
• Rasa takut lain yaitu gugup, gagap dan sebagainya.

- Kecemasan moril Kecemasan moril disebabkan karena pribadi seseorang. Tiap pribadi memiliki bermacam-macam emosi antara lain : iri, benci, dendam, dengki, marah, gelisah, cinta, rasa kurang. Sifat –sifat seperti ini adalah sifat yang tidak terpuji, bahkan mengakibatkan manusia akan merasa khawatir, takut , cemas, gelisah, dan putus asa.

B. Sebab – sebab orang gelisah

         Apabila kita kaji, sebab-sebab orang –orang gelisah adalah karena pada hakekatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.

C. Usaha-usaha mengatasi kegelisahan

         Mengatasi kegelisahan ini pertama-pertama harus mulai dari kita sendiri, yaitu kita harus bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir dengan lebih mudah, sehingga segala kesulitan dapat kita atasi.

D. Keterasingan

         Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah kata dasar asing. Kata asing berarti sendiri, tidak mengenal orang lain tersisihkan dari pergaulan, atau terpencil. Jadi kata keterasingan berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain. Yang menyebabkan orang berada dalam keterasingan itu adalah perilakunya yang tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau kekurangan yang ada pada diri seseorang, sehingga tidak dapa atau sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat.

E. Kesepian

         Kesepian berasal dari kata sepi yang berarti sunyi atau lenggang, sehingga kata kesepian berarti merasa sunyi atau lenggang , tidak berteman. Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian bagian hidup manusia, lama rasa sepi ittu bergantung mental prang dan kasus penyebabnya.

F. Ketidakpastian

           Ketidakpastian berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, tanpa arah yang jelas, tanpa asal-usul yang jelas. Ketidak pastian artinya keadaan yang tidak pastian. Itu semua adalah akibat pikirannya tidak dapat konsentrasi yang disebabkan pikiran yang kacau. G. Sebab- sebab terjadi ketidakpastian Orang yang pikirannya terganggu tidak dapat lagi berpikir secara teratur, apalagi mengambil kesimpulan. Dalam berpikir manusia selalu menerima rangsan-rangsang lain, sehinggga jalan pikirannya menjadi kacau oleh rangsang-rangsabg baru.

Beberapa sebab orang tidak dapat berpikir dengan pasti adalah :
- Obsesi
Obsesi merupakan gejala neuroso jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus menerus, biasanya tentang hal-hal yang tidak menyenangkan , atau sebab-sebabnya tidak diketahui oleh penderita. Misalnya selalu berpikir ada orang yang inigin menjatuhkan dia.

- Phobia
Adalah rasa ketakutan yang tidak terkendali, tidak normal, kepada sesuatu hal atau kejadian tanpa diketahui sebab-sebabnya. - Kompulasi Adalah keragu-raguan tentanng apa yang telah dikerjakan,sehingga ada dorongan yang tidak disadari melakukan perbuatan yang serupa berkali-kali.

- Hysteria
Adalah neorosa jiwa disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman pait yang menekan, kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri dari sikap orang lain.

- Delusi
Menunjukan pikiran yang tidak benar, karena berdasarkan suatu keyakinan palsu tidak dapat memakai akal sehat,tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengan pengalaman.

- Halusinasi
Khayalan yang terjadi tanpa rangsangan panca indera, dengan sugesti diri orang dapat juga berhalusinasi. - Keadaan emosi Dalam keadaan tertentu seseorang sangat berpengaru oleh emosinya. Ini nampak pada keseluruhan pribadinya.

Sumber : Nugraha widya, Achmad Muchji, 1994. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Gunadarma.

NAMA : Mareta Puspitasari
KELAS : 1KA32
NPM : 14111286  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alasan Perlunya Kode Etik

Alasan Perlunya Kode Etik Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian di wakilkan dalam sebuah bentuk aturan (kode) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa di fungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik.  Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Maka selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah menurut Adams., dkk (Ludigdo, 2007) : Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu men

Etika Dalam Bermasyarakat Dan Penerapan Hukum Perdata dan Pidana Dalam Contoh Kasus Etika

A. Perihal Etika Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk.  Dapat disimpulkan bahwa etika adalah: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan kewajiban moral. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara terminologis, De Vos mendefinisikan etika sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral). Sedangkan William Lilliemendefinisikannya sebagai the normative science of the conduct of humanbeing living in societies is a science which judge this conduct to beright or wrong, to be good or bad. Sedangkan ethic, dalam bahasa Inggris berarti system of moral principles. Istilah moral itu sendiri berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores), yang berarti juga kebiasaan dan adat (Vos

Pandangan Mengenai Konflik

II. Pandangan Mengenai Konflik Konflik bisa timbul karena faktor – faktor sebagai berikut   : 1.       Persepsi : konflik ada karena persepsi berbeda dari pihak – pihak yang bersangkutan. 2.       Pertentangan   : konflik timbul karena adanya pertentangan kepentingan. 3.       Kelangkaan   : konflik terjadi karena sumber – sumber adanya tidak tak – terbatas. 4.       Blokade   : konflik didorong oleh perilaku suatu pihak yang memblokir pencapaian tujuan dari pihak lain. 5.       Perbedaan cara   : konflik juga bisa terjadi karena perbedaan cara untuk mencapai tujuan yang sama. Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama mengenai konflik, yaitu   : 1.       Pandangan tradisional   : setiap konflik akan mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Karena itu konfllik selalu mengandung pengertian negative, jelek dan destruktif . Tanggung jawab manajemen adalah mencegah timbulnya konflik. 2.       Pandangan interaksional   : konflik memberikan dorongan terjadi